Pendidikan Penyandang Disabilitas antara SLB dan Sekolah Inklusi
Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Adapun yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah :
a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat;
b. bahwa sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas;
c. bahwa untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya;
Berdasarkan pertimbangan di atas terlihat jelas bahwa negara sangat mengakui hak hak penyandang disabilitas sebagai warga negara yang harus dipenuhi tanpa diskriminasi.Salah satu hak penyandang disabilitas yang ditentukan di dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2016 adalah “hak pendidikan”. Hal tersebut dijabarkan pada Pasal 40 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2016 yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi pendidikan untuk Penyandang Disabilitas di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan kewenangannya”.
Untuk mengemplementasikan Pasal 40 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2016 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah mengeluarkan kebijakan dengan membuka Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Inklusi.
Apa itu SLB atau Sekolah Inklusi ?
Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sistem penyelenggaraan pendidikan khusus yang terpisah dengan anak umum lainnya dimana anak – anak berkebutuhan khusus di tempatkan secara khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Sedangkan, Sekolah Inklusi adalah sekolah yang juga memberikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Namun di sekolah ini anak yang berkebutuhan khusus atau normal, akan belajar di kelas yang sama dan mendapat pendidikan yang serupa.
Dengan adanya SLB dan sekolah inklusi, orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus memiliki pilihan untuk dapat menyekolahkan anaknya, sehingga tidak ada alasan lagi ABK putus sekolah.
Sebagai bahan pertimbangan, penulis ingin menjabarkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari SLB dan sekolah inklusi
Adapun kelebihan SLB adala sebagai berikut :
1. Mendapatkan pelayanan khusus yang sesuai dengan kemampuannya
2. Di kelas kemampuannya disesuaikan dengan teman – temannya, hal ini memudahkan untuk memberikan asesmen dan memberikan pelayanan
3. Orangtua lebih memahami dan lebih ikhlas dalam mengasuh karena kondisinya di SLB beragamnya kondisi sehingga menjadikan orang tua lebih termotivasi
4. Mendapatkan program khusus yang sesuai dengan kemampuannya yang sudah di susun dalam kurikulum
Sementara kekurangan SLB adalah
1. Siswa hanya mengenal lingkungan yang sama dengan kondisinya, kurang meluas dalam interaksi dan bermasyarakat
2. Terkadang karena kekurangan guru, dalam satu kelas masih ada bermacam-macam kemampuan sehingga siswa harus beradaptasi dengan semuanya
Sedangkan kelebihan sekolah inklusi adalah
1. Siswa akan mrndapat hak dan kewajiban yang sama dengan peserta didik reguler lainnya di kelas
2. Dapat memanfaatkan berbagai fasilitas yang ada disekolah untuk belajar dan mengembangkan diri, terlepas dari keterbatasannya
3. Mendorong merekan untuk belajar lebih percaya diri
4. Merlatih dan mendidik siswa lainnya untuk dapat menghargai, menghormati, dan menerima satu sama lain dengan penuh rasa empati
Sementara kekurangan yang dihadapi oleh sekolah inklusi adalah
1. Kurangnya jumlah tenaga pengajar atau staf guru pendamping yang memiliki ketrampilan khusus atau lulusan Pendidikan Luar Biasa (PLB), bahkan ada sekolah inklusi yang sama sekali tidak memiliki seorangpun lulusan PLB tersebut
2. Tidak semua warga sekolah memahami cara mengajar dan membimbing anak-anak berkebutuhan khusus
3. Berkemungkinan terjadinya penolakan dari orang tua atau siswa reguler untuk belajar bersama dengan anak-anak berkebutuhan khusus,dengan alasan dapat mengganggu proses belajar mengajar secar efektif
4. Tingginya risiko bullying dari siswa reguler terhadap siswa berkebutuhan khusus, apalagi pada jenjang TK dan SD atau sederajat.
5. Banyak sekolah inklusi yang hanya sekedar menerima siswa berkebutuhan khusus tanpa memberikan fasilitas sarana, prasarana dan mengakomodasi pembelajaran
6. Kurangnya aksesibilitas dan sarana yang memadai bagi siswa berkebutuhan khusus seperti tuna netra dan tuna daksa dalam mendapatkan aksesibilitas di sekolah
Dari penjelasan diatas, diharapkan dapat menjadi pertimbangan kepada pemerintah agar kedua sekolah tersebut memiliki standarisasi yang jelas terhadap keberlangsungan pendidikan penyandang disabilitas di seluruh Indonesia, sementara terhadap orang tua dan masyarakan dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan pendidikan yang tepat terhadap anaknya yang berkebutuhan khusus.
Selain itu, penulis juga berharapan kepada orang tua, sebelum menentukan pilihan pendidikan terhadap anak, agar dapat berkonsultasi lebih lanjut dengan psikolog dan pihak terkait lainnya yang memiliki keterampilan khusus dibidang pendidikan luar biasa, sehingga sekolah yang akan dituju benar-benar tepat sesuai dengan keinginan yang diharapkan.
Semoga paparan diatas bermanfaat….Amiin Ya rabbal’alamiin.
Salam Penulis
Maswadi, S.Pd/Kepala SLBN Aceh Jaya